tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan pembentukan Tim Percepatan Reformasi Hukum tidak serta-merta mengubah hukum positif yang ada di Indonesia. Menurut dia, tim tersebut hanya merumuskan gambaran reformasi hukum di Tanah Air melalui naskah akademik.
"Kita membentuk tim reformasi hukum itu untuk merespons perkembangan di dalam masyarakat," kata Mahfud di Jakarta, Senin (29/5/2023).
Mahfud sebelumnya mengumumkan pembentukan Tim Percepatan Reformasi Hukum. Hal ini terungkap setelah Mahfud menerbitkan Kepmenkopolhukam Nomor 63 Tahun 2023 tentang Tim Percepatan Reformasi Hukum Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Republik Indonesia yang ditandatangani 23 Mei 2023.
Tim ini tidak hanya diisi pejabat kementerian, melainkan juga akademisi seperti Harkristuti Harkrisnowo (FH-UI), Adrianus Meliala (Kriminologi UI), Mas Achmad Santosa (FH-UI), Fachrizal Affandi (FH-Unbraw) dan Asep Iwan Irawan (FH Trisakti).
Selain itu ada juga nama ekonom Faisal Basri, eks Komnas HAM Sandrayati Moniaga, eks petinggi ICW Adnan Topan Husodo dan Danang Widoyoko, pemerhati hukum tata negara Feri Amsari dan Zainal Arifin Mochtar, aktivis hukum pidana Erasmus Napitupulu hingga presenter Najwa Shihab.
Mahfud mengajak aktivis maupun akademisi yang kerap berbicara di publik tentang masalah hukum. Ia ingin mencari titik temu dalam proses penyelesaian hukum yang mandek. Ia mencontohkan, ada proses hukum yang secara regulasi baik, tetapi tidak dapat ditangani optimal.
"Ini akan menghasilkan naskah akademik dan rekomendasi dari celah-celah hukum mana kasus-kasus seperti ini diselesaikan. Misalnya ini harus dibuktikan, yang ini diganti oleh negara, yang ini harus begini dan seterusnya. Itu nanti rekomendasi, ya, follow up aturan hukum yang ada sekarang ini sudah bagus dan lengkap cuma macet di jalan
karena ya itu tadi pembuktian," tutur Mahfud.
Ia menceritakan bahwa proses hukum tidak bisa disamakan dengan bentuk kejadian. Eks Menhan era Presiden Gus Dur ini mengatakan, kejahatan mungkin dilakukan dalam kurun waktu lima menit, tetapi proses hukum memakan waktu karena ada aturan atau tahapan yang dilalui di tiap penegak hukum.
"Kalau penjahat buat kejahatan setengah hari selesai satu kejahatan besar tapi proses hukum itu bisa sangat lama. Inilah yang akan diberitahu kepada mereka yang sering punya usul lewat media, ayo kita rumuskan dalam naskah akademik terus rekomendasi konkretnya apa?" jelas Mahfud.
"Apa perlu perubahan hukum atau apa gitu? kita tidak berpretensi membuat hukum baru. Ndak, tapi mari kita cari jalan. Gitu saja. Naskah akademik. Produknya naskah akademik dan kebijakan," pungkasnya.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Fahreza Rizky